Selasa, 11 Desember
2014 tepat pukul 10.30 wita, pesawat Trans Nusa jenis ATR mulai bergerak
meninggalkan bandar udara El Tari di Kupang menuju Bandar udara Tambolaka di
Sumba Barat Daya. Penerbangan ke Tambolaka dengan menyinggahi Bandar Udara
Aboerusman di Ende. Lama penerbangan menuju Ende ditempuh selama 45 menit,
dengan lama transit di Ende 20 menit, sedangkan lama penerbangan dari Ende ke
Tambolaka ditempuh selama 45 menit.
Tepat pukul 12.15 wita
pesawat Trans Nusa jenis ATR mendarat di Bandar Udara Tambolaka di Sumba Barat
Daya, dan perjalanan ke Tanah para Rato pung di mulai.
Dari Bandara Tambolaka ke
Waikabubak yang merupakan ibu kota Kabupaten Sumba Barat saya menumpang mobil
travel dengan tarif Rp. 100.000,- per orang dengan waktu tempuh 45 Menit. Selama
perjalanan ke Waikabubak, saya menikmati pemandangan yang indah, di sepanjang
jalan dipenuhi dengan dengan pohon-pohon yang besar nan hijau dan diselilingi
dengan hamparan sawah yang terbentang luas bak permadani hijau di sisi kiri dan
kanan jalan, tidak ketinggalan kuburan (makam) megalitik para umbu yang terbuat
dari batu putih hasil pahatan tangan-tangan para hamba. Setibanya di Waikabubak
saya menginap di Hotel Pelita di Jl.
Ahmad Yani Nomor 2 Waikabubak. Hotel Pelita tempat saya menginap kini sangat
nyaman dan aman bila dibanding dengan kedaan hotel ini 16 tahun yang lalu.
Tarif kamar hotel pun sangat terjangkau untuk semua kalangan dengan fasilitas
kamar berupa Fan, kamar mandi dalam dan lemari tempat menyimpan barang bawaan,
pihak hotel juga menyiapkan makanan yang dapat dipesan kapan saja jika anda
malas untuk makan di luar hotel.
Keesokkan hari saya
mengunjungi kota Waihibur yang merupakan ibu kota kabupaten Sumba Tengah yang
merupakan pemekaran dari kabupaten Sumba Barat. Kota Waikabubak masih merupakan
kota tidur, belum terlihat banyak perkembangan dalam 10 tahun ini. Bila
dibandingkan dengan Waikabubak, maka Waihibur mengalami perkembangan yang
sangat pesat walaupun baru beberapa tahun pemekaran.
Perjalanan ke Waihibur,
saya mengendarai sepeda motor dengan cara menyewa dan dipatok tarif Rp.
100.000,- per hari. Perjalanan dari Waikabubak ke Waihubur berjarak ± 20 km
saya tempuh dengan waktu 30 menit, mungkin terasa agak lama karena saya
mengendarainya dengan santai agar dapat menikmati keindahan kabupaten Sumba
Tengah. Ketika saya memasuki kecamatan Katikuloku hingga Waihibur terlihat
infrastruktur jalan yang sudah baik dengan bangunan rumah yang tertata rapi. Kawasan
perkantoran dibangun pada satu kawasan sehingga memudahkan dalam urusan
pelayanan public.
Saya menyempatkan diri mengunjungi kampung Gallu Bakul desa Malinjak,
tempat saya melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 1990, sungguh luar biasa,
jalan yang dulu kami lalui hanyalah jalan pengerasan sehingga bila musim hujan,
maka amatlah sulit untuk dilalui, namun pada saat ini jalan tersebut sudah
dipoles dengan butas/lapen sehingga membuat desa tersebut menjadi mudah
dijangkau. Ketika itu desa malinjak di pimpin oleh Umbu Yaka.
Di desa Malinjak kecamatan Katikutana Selatan tepatnya di
kampung Gallu Bakul yang letaknya ± 2 km dari ibu kota Waibakul terdapat Megalitik
Gallu Bakul sebuah batu kubur yang spektakuler didirikan pada tahun 1983
sebagai tempat persemayam Umbu Sawola dan keluarganya. Kubur ini dipercaya
sebagai kubur batu terberat di Pulau Sumba dengan berat ± 80 ton.
Bila anda berkunjung/melihat Megalitik Gallu Bakul, maka anda
akan diberi buku tamu untuk diisi dan jangan lupa ada memberi sedikit sumbangan
tanpa pakokan jumlah uang untuk membantu pemeliharaan megalitik tersebut.
Kuburan megalitik merupakan sebuah batu berukuran raksasa
bisa ditemukan hampir dimana saja dan pada umumnya terdapat ukiran atau
relief-relief indah yang menggambarkan
manusia,kuda,kerbau,ayam,anjing,buaya,tanduk kerbau,juga miniatur rumah adat
dan rupa-rupa perhiasan. Ukuran sebuah batu kubur bisa berceritra tentang
banyak hal seperti status kebangsawanan dan kekayaan pemiliknya karena tidak
semua mampu mendirikan batu kubur besar sebab pengerjaannya membutuhkan waktu,
biaya dan tenaga untuk, menarik batu sampai tiba di kampung.
Tepat jam 13.30 wita saya kembali ke Waikabubak, perjalanan
pulang ke waikabubak lebih terasa suasana alamnya karena sepanjang jalan
ditemani oleh rintik-rintik hujan di bulan Desember sehingga menambah indahnya
suasana Sumba Tengah dan mengingatkan kembali kenangan 24 tahun yang lalu.
Kamis, 13 Desember 2014 Jam 14.30 mesin pesawat Trans Nusa
jenis ATR mulai bergerak pelan-pelan meninggalkan Bandar udara Tambolaka menuju
Kupang dan perjalanan ke tanah para Rato pun diakhiri.
©johnberek99.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar