bae sonde bae ..... yang penting beta menulis dan bercerita

Kamis, 30 Oktober 2014

Pengaruh Pembatasan Pemberian Ransum Terhadap Kecepatan Pertumbuhan Relatif Broiler



PENGARUH PEMBATASAN PEMBERIAN RANSUM TERHADAP
KECEPATAN PERTUMBUHAN RELATIF BROILER

Meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan gizi menyebabkan permintaan terhadap komoditi yang berasal dari ternak juga meningkat. Selain telur dan susu, daging merupakan sumber protein hewani yang cukup besar peranannya dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan peternakan ayam pedaging (broiler). Usaha ini ditempuh berdasarkan pertimbangan bahwa dalam waktu yang relatif singkat (6-8 minggu) broiler sudah dapat dipasarkan, disamping adanya industri makanan ternak sebagai faktor penunjang. Akan tetapi pada umumnya peternak belum memperhatikan cara pemberian ransum tersebut.
Umumnya sistim pemberian makanan oleh peternak belum didasarkan pada standar kebutuhan makanan, karena peternak lebih mengutamakan segi kemudahan dalam pemberian makanan, dimana peternak cenderung memberikan dalam jumlah yang tidak terbatas, sedangkan makanan merupakan biaya produksi terbesar (60 – 70%) dalam usaha peternakan broiler yang perlu ditekan. Salah satu sifat dari broiler yaitu ingin mengkonsumsi makanan secara terus-menerus, tetapi laju konsumsi makanan tersebut tidak selaras dengan pertambahan berat badan. Untuk itu perlu dicari terobosan untuk menekan biaya produksi yang dihasilkan. Salah satu terobosan yang mungkin dapat mengatasi masalah tersebut adalah dengan pembatasan pemberian ransum yang didasarkan pada kebutuhan optimal dari ternak tersebut yang direkomendasikan oleh Murtidjo (1989). Penggunaan rekomendasi tersebut disebabkan karena disamping merupakan rekomendasi terbaru dibanding rekomendasi-rekomendasi sebelumnya, juga ingin mencoba apakah rekomendasi Murtidjo (1987) sesuai atau tidak dengan di Nusa Tenggara Timur.
Suatu  penelitian telah dilaksanakan oleh Berek (1991) di kelurahan Oetete, Kota Administratif Kupang selama 42 hari yaitu sejak 17 Agustus sampai dengan 28 September 1991 untuk melihat pengaruh pembatasan pemberian ransum terhadap kecepatan pertumbuhan relatif broiler, dengan menggunakan metode eksperimen terhadap 60 ekor dengan 2 perlakuan dimana setiap perlakuan terdiri dari 15 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 2 ekor. perlakuan yang dicobakan adalah pembatasan ransum dalam arti pemberian ransum menurut kebutuhan sesuai rekomendasi dari Murtidjo (1987) dan pemberian ransum ad libitum.
Pedoman Kebutuhan Makanan/ekor/hari menurut rekomendasi Murtidjo (1987)
Umur (Minggu)
Kebutuhan (g)
1
13
2
33
3
48
4
65
5
88
6
117
7
135
8
148

Variable yang diukur adalah : 1) Konsumsi Ransum, dihitung berdasarkan selisih antara jumlah yang diberikan dengan jumlah yang tersisa dalam 24 jam; 2) Konsumsi zat makananyang terdiri dari protein dan energi, dihitung dengan mengalikan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan prosentase kandungan za-zat makanan dari ransum tersebut; 3) Kecepatan Pertumbuhan Relatif (KPR), dihitung berdasarkan rumus menurut petunjuk Banister dan Scot (1974) yaitu :
                        W2 – W1
RGR    = ------------------------
      ½ (W2 + W1) t

Dimana :          RGR    = Relative Growth Rate (Kecepatan Pertumbuhan Relatif)
                        W1      = Berat Badan Awal
                        W2      = Berat Badan Akhir
                        t           = Lamanya Penelitian (minggu)

4) Konversi Zat-zat Makanan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi zat-zat makanan per minggu dibagi dengan pertambahan berat badan per minggu.
            Data yang terkumpul dianalisis dengan uji-t (Sostrosupadi, 1977) dengan rumus :
                                          │Ā – B │
            t hitung            = ------------------
                                          s( Ā – B )

dimana : s( Ā – B ) = sd =standar error
               Ā          = Kelompok I
               B          = Kelompok II


            Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi ransum, konsumsi protein dan energi, kecepatan pertumbuhan relatif, konversi protein dan energi  per ekor per hari pada fase starter dan finisher sebagai berikut :
Variabel
Fase Starter
Fase Finisher
Pembatasan Makanan
ad libitum
Pembatasan Makanan
ad libitum
Konsumsi Ransum (gr)
48,44
87,46
133,33
138,08
Konsumsi Protein (gr)
10,42
18,79
21,53
26,24
Konsumsi Energi (kkal)
138,08
250,75
351,33
427,97
Kec. Pertumbuhan Relatif (%)
44,08
49,60
28,21
23,53
Konversi Protein
0,35
0,44
0,39
0,46
Konversi Energi
5,72
1,06
6,43
7,60

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan yang mendapat ransum terbatas pada kedua fase tersebut. Adanya perbedaan ini disebabkan karena kelompok broiler yang mendapat perlakuan ad libitum mempunyai kesempatan lebih banyak untuk mengkonsumsi ransum, sehingga broiler walaupun mempunyai keterbatasan dalam menampung ransum, namun karena tersedia secara terus-menerus maka secara naluriah broiler akan mengkonsumsi lebih banyak.
Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah konsumsi protein dan energi dari broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan yang mendapat ransum terbatas pada kedua fase tersebut. Adanya perbedaan ini disebabkan karena jumlah ransum yang dikonsumsi oleh broiler yang mendapat ransum ad libitum lebih banyak dibanding broiler yang mendapat ransum terbatas. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Soeharsono (1976) bahwa jumlah konsumsi zat-zat makanan dipengaruhi oleh daya konsumsi ransum.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada fase starter kecepatan pertumbuhan relatif dari broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dibanding broiler yang mendapat ransum terbatas. Namun pada fase finisher kecepatan pertumbuhan relatif dari broiler yang mendapat pembatasan ransum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan broiler yang mendapat ransum ad libitum. Adanya perbedaan pada fase starter ini disebabkan karena biasanya pada unggas sebelum pengamatan dilakukan tidak didahului dengan masa preliminary, sehingga pada fase tersebut broiler belum dapat atau lambat mengadaptasi sifat naluriahnya dengan perlakuan yang diberikan. Soeharsono (1976) menyatakan bahwa proses adaptasi ayam pedaging tidaklah mudah mengingat masa hidup dan produksi yang singkat. Adanya perbedaan pada fase finisher selain disebabkan karena penjatahan ransum yang telah sesuai untuk memacu pertumbuhan, juga karena laju gerak bahan makanan dalam saluran pencernaan memungkinkan enzim-enzim pencernaan mempunyai kesempatan yang lebih lama untuk mencerna bahan makanan. Akibatnya kecepatan pertumbuhan relatif pada fase finisher untuk broiler yang mendapat ransum terbatas lebih cepat dibandingkan dengan broiler yang mendapat ransum ad libitum.
Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa konversi protein dan energi dari broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan yang mendapat ransum terbatas pada kedua fase tersebut. Ini berarti jumlah protein dan energi yang diberi ransum ad libitum untuk menghasilkan satu satuan daging lebih banyak dari pada yang diberi terbatas. Dengan kata lain broiler yang diberikan ransum terbatas lebih efisien dalam mengubah protein dan energi menjadi daging. Selain itu dari penelitian ini diperoleh hasil, bahwa broiler yang diberi ransum terbatas dapat menghemat sebanyak 19,40% dari ransum ad libitum. Namun pada penelitian Theedens (1987) dengan pembatasan waktu makan sampai dengan 8 jam dapat mengurangi konsumsi sebanyak 15,4% dari ad libitum. Jika kedua hasil penelitian ini dibandingkan, maka pemberian ransum menurut rekomendasi Murtidjo (1987) masih lebih efisien.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum menurut rekomendasi Murtidjo (1987) kurang sesuai pada fase starter, sehingga menghasilkan kecepatan pertumbuhan relatif yang lebih lambat dibanding pemberian ad libitum. Namun pada fase finisher menghasilkan kecepatan pertumbuhan relatif yang lebih cepat dibanding pemberian ad libitum. Selain itu pemberian ransum menurut rekomendasi Murtidjo (1987) menghasilkan nilai konversi zat-zat makanan yang lebih baik dari pemberian ad libitum. Dengan kata lain broiler yang diberi ransum terbatas lebih efisien dalam mengubah protein dan energi menjadi daging. Lebih lanjut disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan sistim ini dapat menghemat konsumsi ransum sebanyak 19,04% dari pemberian ad libitum.
Untuk menghemat konsumsi ransum pada pemeliharaan broiler di daerah kota kupang tanpa menurunkan produksi, maka disarankan pemberian ransum dapat dihemat sampai 19,40% dari pemberian ad libitum.

Daftar Pustaka

Berek, Y., 1991. Pengaruh Pembatasan Pemberian Ransum Terhadap Kecepatan Pertumbuhan Relatif Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Murtidjo, B. A., 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosupady, A. 1977. Statistik Percobaan. Jilid I. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Malang.

Soeharsono, 1976. Respon Broiler Terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Theedens, J. F., 1987. Pengaruh Pembatasan Waktu Makan Terhadap Prosentase Karkas Broiler. Thesis. Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Selasa, 21 Oktober 2014

Sejarah Dinas Peternakan Provinsi NTT


Pembentukan Dinas Peternakan Provinsi NTT
Dengan dikeluarkan Undang-undang No. 64 tahun 1958 tanggal 11 Agustus 1958 yang mulai berlaku tanggal 14 Agustus 1958, maka pada tanggal 20 Desember 1958 terbentuklah Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur.
Pada awal pembentukan Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur tahun 1958, dibuka kantor Inspektorat/Dinas Peternakan Daerah Tingkat I NTT  yang dipimpin oleh Inspektur Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat I NTT yang waktu itu masih berada dibawah Kantor Wilayah Pertanian Republik Indonesia.
Dalam rangka peningkatan kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan perkembangan Pemerintahan dan pembangunan, maka berdasarkan pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah Jo Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 363 Tahun 1977 tentang Pedoman Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata kerja Dinas, maka ditetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur nomor 10 tahun 1978 tanggal 12 Juli 1978 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur.
Tugas Pokok Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I NTT adalah. :
1.      Melaksanakan urusan rumah tangga Daerah dalam bidang Peternakan.
2.      Melaksanakan tugas-tugas pembantuan yang diserahkan kepadanya.
Dalam melaksanakan tugas Pokoknya, Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I NTT mempunyai fungsi:
1.      Pembinaan dan bimbingan Administrasi, Organisasi dan Tata Laksana Dinas Peternakan.
2.      Perumusan kebijakan tehnis, pemberian bimbingan dan pembinaan, pemberian perizinan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
3.      Pengamanan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas pokoknya sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetaplcan oleh Gubernur Kepala Daerah bordasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Susunan organisasi Dinas Peternakan Propinsi Tingkat I NTT pada saat itu terdiri dari : 1) Kepala Dinas;  2) Bagian Tata Usaha; 3) Sub Dinas Bina Program; 4) Sub Dinas Bina Produksi; 5) Sub Bidang Bina Sarana Usaha Peternakan; 6) Sub Dinas Kesehatan Hewan; 7) Sub Dinas Penyuluhan; 8) Cabang Dinas; 9) Unit Pelaksanan Teknis.
Bagian Tata Usaha terdiri dari a) Sub Bagian Umum; b) Sub Bagian Kepegawaian; c) Sub Bagian Keuangan; d) Sub Bagian Perbekalan; e) Sub Bagian Hukum, Organisasi dan Tata Laksana.
Sub Dinas Bina Program terdiri dari a) Seksi Identifikasi Proyek; b) Seksi Pengolahan Data; c) Seksi Evaluasi dan Pelaporan.
Sub Dinas Bina Produksi terdiri dari a) Seksi Pembibitan; b) Seksi Makanan Ternak; c) Seksi Pengolahan Hasil Ternak.
Sub Dinas Bina Sarana Usaha Peternakan terdiri dari a) Seksi Pengembangan dan Perizinan; b) Seksi Pemasaran; c) Seksi Perkreditan.
Sub Dinas Kesehatan Hewan terdiri dari a) Seksi Penanggulangan Wabah; b) Seksi Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit; c) Seksi Masyarakat Veteriner.
Sub Dinas Penyuluhan terdiri dari a) Seksi Informasi; b) Seksi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan; c) Seksi Pranata.
Cabang Dinas berkedudukan sebagai unsur pelaksana Dinas Peternakan dan dipimpin oleh seorang Kepala Cabang Dinas Peternakan yang langsung berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Peternakan. Cabang Dinas mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok Dinas Peternakan dibidang Peternakan sesuai kebijaksanaan Kepala Dinas Peternakan.
Cabang Dinas Peternakan mempunyai fungsi a) Pelaksanaan segala tugas dan  Wewenang Dinas Peternakan diwilayah Daerah masing-nasing; b) Pelaporan hal-hal yang dipandang perlu kepada Kepala Dinas Peternakan guna mendapatkan petunjuk dan pelaksanaan lebih lanjut.
Unit Pelaksana Teknis menpunyai tugas membantu Kepala Dinas Peternakan dalam  melaksanakan kegiatan-kegiatan dibidang Laboratorium Kesehatan Hewan, dan Inseminasi buatan, Pembibitan Ternak dan Makanan Ternak.
Unit Pelaksana Teknis mempunyai fungsi a) Pelaksanaan kegiatan-kegiatan dibidang Diagnostik suatu penyakit; b) Pemberian Saran-saran dalam pemberantasan/pencegahan penyakit; c) Pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional dan pembinaan wilayah inseminasi, Pencatatan dan pengawasan Inseminasi; d. Pelaksanaan kegiatan operasionil di Bidang Produksi bibit ternak dan makanan ternak.
Lima tahun kemudian Pemerintah Daerah Tingkat I NTT menganggap Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur nomor 10 tahun 1978 sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan pemerintah dan perkembangan saat itu. Berkenaan dengan itu, maka dikeluarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I NTT nomor 4 tahun 1982 tanggal 29 Maret 1982 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I NTT.
Berdasarkan Perda nomor 4 tahun 1982 mempunyai tugas 1) melaksanakan urusan rumah tangga daerah dalam bidang peternakan; 2) melaksanakan tugas pembantuan lainnya yang diserahkan kepadanya.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya dinas mempunyai fungsi a) pembinaan admistrasi organisasi dan tata laksana dinas; 2) Perumusan kebijaksanaan, pemberian bimbingan dan pembinaan teknis, pemberian perijinan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah dan Menteri Pertanian.
Susunan organisasi Dinas Peternakan terdiri atas : a) Unsur Pimpinan adalah Kepala Dinas; b) Unsur Pembantu Pimpinan adalah Bagian Tata Usaha; c) Unsur Pelaksanan adalah Sub Dinas sebanyak 5 (lima) Sub Dinas yaitu : 1. Sub Dinas Bina Program; 2. Sub Dinas Produksi; 3. Sub Dinas Usaha Tani; 4. Sub Dinas Kesehatan Hewan; 5. Sub Dinas Penyuluhan.
Bagian Tata Usaha terdiri dari a) Sub Bagian Umum; b) Sub Bagian Kepegawaian; c) Sub Bagian Keuangan; d) Sub Bagian Perlengkapan; e) Sub Bagian Efisiensi dan Tata Laksana.
Sub Dinas Bina Program terdiri dari a) Seksi Data; b) Seksi Perumusan dan Pengendalian; c) Seksi Evaluasi dan Pelaporan.
Sub Dinas Produksi terdiri dari a) Seksi Pembibitan; b) Seksi Makanan Ternak; c) Seksi Pengolahan Hasil Ternak.
Sub Dinas Usaha tani terdiri dari a) Seksi Ijin Perusahaan; b) Seksi Informasi Pasar; c) Seksi Permodalan.
Sub Dinas Kesehatan Hewan terdiri dari a) Seksi Pengamatan; b) Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit; c) Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi NTT nomor 10 tahun 2008 tanggal 9 Juni 2008 tentang organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Propinsi NTT, Dinas Peternakan Propinsi NTT mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang peternakan.
Untuk melaksanakan tugas pokok Dinas Peternakan menyelenggarakan fungsi a) perumusan kebijakan teknis di bidang peternakan; b) penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang peternakan; c) pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang peternakan; d) pembinaan unit pelaksana teknis; e) pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, perlengkapan, sarana dan prasarana serta rumah tangga; f) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Susunan Organisasi Dinas Peternakan, terdiri atas : a) Kepala Dinas; b) Sekretariat; c) Bidang sebanyak 4 (empat) Bidang, yaitu : 1. Bidang Budi Daya Peternakan; 2. Bidang Agribisnis dan Kelembagaan Peternakan; 3.            Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner; 4. Bidang Pengembangan Peternakan.
Sekretariat terdiri dari a) Sub Bagian Program, Data dan Evaluasi; b) Sub Bagian Keuangan; c) Sub Bagian Kepegawaian dan Umum.
Bidang Budidaya Peternakan terdiri dari a) Seksi Budi Daya Ternak Ruminansia; b) Seksi Budi Daya Ternak Non Ruminansia dan Aneka Ternak; c) Seksi Budi Daya Tanaman Pakan.
Bidang Agribisnis dan Kelembagaan Peternakan terdiri dari a) Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan; b) Seksi Pelayanan Usaha dan Perizinan; c) Seksi Investasi dan Kelembagaan Peternakan.
Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner terdiri dari a)  Seksi Pelayanan Kesehatan Hewan dan Obat Hewan; b)       Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan; c) Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Bidang Pengembangan Peternakan terdiri dari a) Seksi Pengembangan Kawasan Peternakan; b) Seksi Teknologi, Peralatan dan Mesin Peternakan; c) Seksi Pengembangan SDM Peternakan.

Pembentukan Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD)
Melalaui Perda nomor 5 tahun 2001 tanggal 11 Juni 2001 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis dinas pemerintah Provinsi NTT maka dibentuklah UPTD Penyidikan Penyakit Hewan Dinas Peternakan Propinsi dan UPTD Pembibitan Ternak dan Produki Makanan Ternak Dinas Peternakan Propinsi.
UPTD Penyidikan Penyakit Hewan Dinas Peternakan Propinsi mempunyai tugas melakukan penyidikan penyakit hewan, menyelenggarakan dan membina Laboratorium kesehatan hewan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur.
Untuk melaksanakan tugas tersebut UPTD Penyidikan Penyakit Hewan Dinas Peternakan Propinsi mempunyai fungsi : 1) penyidikan dan pengamatan penyakit hewan; 2) pembinaan pengamanan bioproduk hewan; 3) pembinaan teknis di bidang laboratorium kesehatan hewan sesuai dengan Peraturan yang berlaku; 4) pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi urusan umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan.
Susunan Organisasi UPTD Penyidikan Penyakit Hewan Dinas Peternakan Propinsi terdiri atas :
a) Sub Bagian Tata Usaha; b) Seksi terdiri atas : 1. Seksi Diagnosa Penyakit Hewan; 2. Seksi Epidemiologi; 3. Seksi Diagnosa Bioproduk Veteriner.
Dengan Semangat UU Otonomi Daerah, pada tahun 2001 Pemerintah Pusat Menyerahkan institusi UPT Pembibitan Ternak kepada Daerah sehingga terbentuklah Unit Pelaksana Teknik Dinas Pembibitan Ternak dan Produksi Makanan Ternak Provinsi NTT sesuai Perda No. 5 tahun 2001. UPTD Pembibitan Ternak dan Produksi Makanan Ternak Dinas Peternakan Propinsi mempunyai tugas melaksanakan penyediaan bibit ternak dan produksi makanan ternak berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur.
Untuk melaksanakan tugas tersebut UPTD Pembibitan Ternak dan Produksi Makanan Ternak Dinas Peternakan Propinsi mempunyai fungsi : 1) pemeliharaan induk dan bibit ternak; 2) penyediaan bibit tanaman makanan ternak dan produksi makanan ternak;
3) perbaikan mutu bibit ternak dan tanaman makanan ternak, pencatatan dan penelaahan hasil perbaikan mutu bibit ternak; 4) pelaksanaan administrasi ketatausahaan yang meliputi urusan umum, perlengkapan, keuangan, kepegawaian dan pelaporan.
Susunan Organisasi UPTD Pembibitan Ternak dan Produksi Makanan Ternak Dinas Peternakan Propinsi terdiri atas :             a) Sub Bagian Tata Usaha; b) Seksi terdiri atas : 1.Seksi Ruminansia; 2. Seksi Non Ruminansia; 3. Seksi Produksi Makanan Ternak.
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi NTT nomor 10 tahun 2008 tanggal 9 Juni 2008 tentang organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Propinsi NTT, UPTD Penyidikan penyakit Hewan diubah menjadi UPTD Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT dengan susunan organisasi terdiri atas : a) Sub Bagian Tata usaha; b) Seksi terdiri atas : 1. Seksi Laboratorium Veteriner; 2. Seksi Pelayanan Veteriner.
Sedangkan UPTD Pembibitan Ternak dan Produksi Makanan Ternak Dinas Peternakan Provinsi NTT tidak mengalami perubahan nomenklatur dengan susunan organisasi terdiri atas : a) Sub Bagian Tata usaha; b) Seksi terdiri atas : 1. Seksi Pembibitan Ternak; 2. Seksi Produksi dan Pengembangan Pakan Ternak.

Alamat Kantor
Sejak saat pembentukannya tahun 1958 hingga tahun 1983 Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I NTT menempati kantor di jalan Ir. Soekarno tepatnya berada diantara gereja GMIT Kota Kupang dan Eks kantor Bupati Kabupaten Kupang. Tahun 1983  pindah menempati ruangan pada kantor Gubernur KDH Tingkat I Propinsi NTT di jalan Basuki Rahmat Naikoten I. pada tahun 1989 hingga sekarang menempati kantor di jalan Veteran Kelapa Lima Kupang.

Pejabat Inspektur Kepala Dinas Daerah Tingkat I NTT dan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT
Pejabat yang pernah menduduki Inspektur Kepala Dinas Daerah Tingkat I NTT dan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT sejak awal berdiri hingga sekarang adalah :
1.      Bapak Nainggolang Periode 1958 - …..
2.      Bapak Marcana Periode ….. - …..
3.      drh. P. Djari Periode 1970 – 1975;
4.      drh. Ch. J. Malessy Periode 1975 – 1994;
5.      Ir. E. Th. Salean, M.Si periode 1994 – 1999;
6.      Ir. M. Littik, MS Periode 1999 – 2006;
7.      Ir. Yakobus Christian Leyloh, M.Si Periode 2006 -2008;
8.      Ir. Marthinus Jawa Periode 2008 – 2010;
9.      Ir. Semuel Rebo Periode 2010 – 2013;
10.  Ir. Thobias Ully Periode 2013 – 2015;
11. Ir. Danny Suhadi Periode 2015 - sekarang.
©johnberek99.blogspot.com