bae sonde bae ..... yang penting beta menulis dan bercerita

Selasa, 24 Agustus 2021

IN MEMORIAM BENYAMIN ANINFETO

 


Pada mulanya kami tidak saling mengenal satu dengan yang lain karena kami yang datang berasal dari sekolah dan kota yang berlainan, kecuali bila kita berasal dari sekolah yang sama.  Perkenalan kami bermula ketika kami mengikuti penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) Pola 100 Jam bagi mahasiswa baru Universitas Nusa Cendana (Undana) tahun 1986 tepatnya di bulan Agustus (kalo tidak salah ingat). Ketika itu yang pertama kali saya kenal adalah Putra Sragen Edy Nurhadi anak seorang Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Kupang kala itu. Ia memilih Undana karena ikut ayahnya di Kupang. Kebetulan pada saat  penataran P4 kami berdua duduk bersebelahan sehingga kami saling berkenalan dan saling bercerita. Orang kedua yang saya kenal adalah Putra Kapan-TTS yang bernama Benyamin Aninfeto, yang biasa kami sapa Min.

Perkenalan kami dimulai ketika hari kedua selesai Penataran P4, ketika pulang si laki-laki berkepala botak itu (waktu itu Min cukur rambut gundul seperti Telly Savalas bintang film Kojak) bertanya kepada saya tinggal dimana (maksudnya rumah dimana?), saya menjawab : ”rumah di Kuanino depan Hotel Flobamor II)”. Lalu Min berkata : “kalo begitu kita satu arah, saya tinggal dengan kakak di belakang pasar baru Kuanino di Jl. Pemuda). Maka kita pulang jalan kaki bersama-sama sambil bercerita, dan berpisah di depan Toko Remaja atau di depan Gereja Koinonia. Min bercerita tentang dirinya bahwa setiap hari Sabtu dan hari Minggu setelah misa, dia selalu menjadi sopir angkutan muatan barang untuk menambah uang kuliah. Pagi hari kalo pergi Penataran P4 sering ketemu di atas bemo (baca mikrolet) dan yang selalu di bawah adalah sebuah tas tangan berwarna hitam yang ukurannya dapat memuat sebuah botol bir. Suatu Waktu saya bertanya kepada Min perihal isi tas tersebut, dan Min mengeluarkan seuatu dari dalam tas dan ternyata sebuah botol Fanta yang diisi dengan susu seukuran ± 2 gelas. sambil tertawa Min tertawa sambil berkata kepada saya “supaya sehat dan kuat” mendengar jawaban itu saya pun ikut tertawa.

Waktupun terus berjalan, dengan bertambah semester kamipun saling terpisah karena jumlah SKS dan matakuliah yang diambil berbeda, namun masih dalam satu ikatan sesama angkatan 86 karena kami masuk kuliah tahun 1986.

Banyak kenangan bersama Min, namun beberapa saja yang saya masih ingat.

Awal penggunaan kampus baru Undana di Penfui ada 3 Fakultas yang pertama menggunakan gedung baru yakni Fakultas Peternakan (Fapet), Fakultas Pertanian (Faperta), dan Fakultas Non Gelar Terpadu (FNGT). dengan jumlah mahasiswa dari ketiga Fakultas tersebut yang mendekati seribuan orang. Alat Transportasi saat itu (bemo) masih kurang sehingga bila pagi hari dan siang hari, mahasiswa dari ketiga Fakultas tersebut ditambah mahasiswa Univeristas Kristen (Unkris) dan (Akademi Manajemen Kupang (AMK) sekarang berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) harus berebutan bemo. Suatu ketika pulang kuliah, Min mengajak Junan, Yaya, Fice, Joni Adu, Meki, Ari L, Yanto, Yani, dan saya pulang jalan kaki sampai di Oeba (street A). Sesampai di Oesapa kecil (sekarang hotel Ima) bertemulah kita dengan dua bule perempuan, dan Min sempat bercakap-cakap dengan mereka, namu tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena kami sudah jalan duluan sambil tertawa melihat kelakuan Min. Namun mungkin itulah yang menjadi faktor pendorong bagi Min sehingga bisa kuliah S2 di Jerman. kami sempat istirahat sejenak di pantai Pasir Panjang (eks Teluk Kupang) untuk minum tuak manis yang dijual oleh seorang Te’o Rote hitam manis.

Teringat dosen kami Bapak Johanis Ly, kami biasa menyapanya dengan panggilan John Ly. Waktu itu paj John Ly membeli sebuah motor matic keluaran pertama berwarna merah maron, namun pak John Ly belum bisa mengendarainya, sehingga meminta bantuan kepada Min untuk melatihnya, sehingga selama masa latihan, Min selalu antar dan jemput pak John Ly menggunakan motor matic-nya. suatu saat di pagi hari ketika kami sedang menunggu dosen untuk mengikuti kuliah, datanglah Pak John Ly bersama dengan Min, saat itu Min menggunakan celana panjang terbuat dari bahan tenun ikat TTS berwarna merah. Sontak kami semua kaget karena tidak pernah melihat celana ataupun baju berbahan dasar kain tenun ikat. maka Min menjadi bahan tertawaan kita, namun sadar atau tidak sadar, akhirnya ketika Herman Musakabe menjadi Gubernur NTT ke-5, pada tahun 1996 mewajibkan semua PNS Lingkup Provinsi NTT menggunakan baju tenun ikat motif daerah NTT, yang hingga kini bukan saja dipakai oleh PNS tapi oleh setiap masyarakat NTT baik dalam acara resmi maupun tidak resmi. Akhirnya saya berpikir mungkin Gubernur Musakabe pada saat itu mendapat bahan inspirasi dari seorang yang bernama Min Aninfeto.

 

dok. pribadi

Cita-cita Min menjadi seorang prajurit TNI-AD memang sudah terlihat sejak kami masuk kuliah, dimana pada setiap kesempatan Min selalu memakai celana loreng atau jaket loreng. Ketika masuk kuliah di semester I kami diwajibkan mengikuti Masa Bimbingan (Mabim) bagi mahasiswa baru setiap hari Sabtu selama satu Semester. Salah satu kegiatan pada masa bimbingan tersebut adalah melakukan lintas alam dengan berjalan kaki. Nampak Min menggunakan baju dan celana loreng, mengenakan topi serta memakai tali air sebagai tanda bahwa Min adalah ketua rombongan kami.

Beberapa tahun setelah diwisuda, saya bertemu Min di kantor Merpati Nusantara Airlines yang menyewa salah satu ruangan di Hotel Flobamor II, dan Min bercerita bahwa dia ada  ikut tes Wamil di Denpasar sudah dua kali namun tidak lulus, dan minggu depan dia akan berangkat kembali ke Denpasar untuk ikut tes yang ketiga kali. setelah pertemuan itu kami tidak lagi saling bertemu, hingga suatu saat Min datang cari saya untuk pergi bertemu dengan Pak De panggilan buat Pak Daud Amalo (sekarang dosen Fapet). Saya kaget karena Min sudah datang dengan Pakaian Dinas Harian TNI-AD dengan pangkat Dua Balok Kuning di Bahu. Kami besalaman dan Min bercerita bahwa dia sekarang di Bandung. Saya tidak tahu bahwa Min ketika ikut test ke-3 tidak lulus, yang saya tahu Min lulus dan penempatan di Bandung. Min sempat bercerita bahwa tinggal di Bandung dan dinas di Mabes, sehingga subuh sudah harus berangkat menumpangi mobil pick up yang mengantar sayur mayur ke Jakarta untuk dijual disana.

Kolonel Kavaleri Ir. Benyamin Aninfeto MT., MDM. yang berjuang mengais rejeki di negeri orang, tidak sombong dan tinggi hati walaupun apa yang diingininya telah didapat dan diraih, selalu menjadi motivator bagi keluarga, teman, sahabat, dan tetangga disekitarnya, Dia tidak lupa akan budaya Orang Timor dengan selalu membawa Okomama dan makan sirih pinang pada setiap kesempatan. Dia tidak pernah lupa dengan semua teman-teman sesama Alumni Fapet 86, setiap kali berlibur atau bertugas ke Kupang pasti mengontak kami untuk dapat duduk berbagi cerita bersama-sama seperti saudara, seperti apa yang pernah Min katakan bahwa “TIDAK HARUS SEDARAH UNTUK MENJADI SAUDARA”.

Salam Hormat Komandan.

Bahagia Bersama para Kudus di Surga.