bae sonde bae ..... yang penting beta menulis dan bercerita

Kamis, 30 Oktober 2014

Pengaruh Pembatasan Pemberian Ransum Terhadap Kecepatan Pertumbuhan Relatif Broiler



PENGARUH PEMBATASAN PEMBERIAN RANSUM TERHADAP
KECEPATAN PERTUMBUHAN RELATIF BROILER

Meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan gizi menyebabkan permintaan terhadap komoditi yang berasal dari ternak juga meningkat. Selain telur dan susu, daging merupakan sumber protein hewani yang cukup besar peranannya dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan peternakan ayam pedaging (broiler). Usaha ini ditempuh berdasarkan pertimbangan bahwa dalam waktu yang relatif singkat (6-8 minggu) broiler sudah dapat dipasarkan, disamping adanya industri makanan ternak sebagai faktor penunjang. Akan tetapi pada umumnya peternak belum memperhatikan cara pemberian ransum tersebut.
Umumnya sistim pemberian makanan oleh peternak belum didasarkan pada standar kebutuhan makanan, karena peternak lebih mengutamakan segi kemudahan dalam pemberian makanan, dimana peternak cenderung memberikan dalam jumlah yang tidak terbatas, sedangkan makanan merupakan biaya produksi terbesar (60 – 70%) dalam usaha peternakan broiler yang perlu ditekan. Salah satu sifat dari broiler yaitu ingin mengkonsumsi makanan secara terus-menerus, tetapi laju konsumsi makanan tersebut tidak selaras dengan pertambahan berat badan. Untuk itu perlu dicari terobosan untuk menekan biaya produksi yang dihasilkan. Salah satu terobosan yang mungkin dapat mengatasi masalah tersebut adalah dengan pembatasan pemberian ransum yang didasarkan pada kebutuhan optimal dari ternak tersebut yang direkomendasikan oleh Murtidjo (1989). Penggunaan rekomendasi tersebut disebabkan karena disamping merupakan rekomendasi terbaru dibanding rekomendasi-rekomendasi sebelumnya, juga ingin mencoba apakah rekomendasi Murtidjo (1987) sesuai atau tidak dengan di Nusa Tenggara Timur.
Suatu  penelitian telah dilaksanakan oleh Berek (1991) di kelurahan Oetete, Kota Administratif Kupang selama 42 hari yaitu sejak 17 Agustus sampai dengan 28 September 1991 untuk melihat pengaruh pembatasan pemberian ransum terhadap kecepatan pertumbuhan relatif broiler, dengan menggunakan metode eksperimen terhadap 60 ekor dengan 2 perlakuan dimana setiap perlakuan terdiri dari 15 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 2 ekor. perlakuan yang dicobakan adalah pembatasan ransum dalam arti pemberian ransum menurut kebutuhan sesuai rekomendasi dari Murtidjo (1987) dan pemberian ransum ad libitum.
Pedoman Kebutuhan Makanan/ekor/hari menurut rekomendasi Murtidjo (1987)
Umur (Minggu)
Kebutuhan (g)
1
13
2
33
3
48
4
65
5
88
6
117
7
135
8
148

Variable yang diukur adalah : 1) Konsumsi Ransum, dihitung berdasarkan selisih antara jumlah yang diberikan dengan jumlah yang tersisa dalam 24 jam; 2) Konsumsi zat makananyang terdiri dari protein dan energi, dihitung dengan mengalikan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan prosentase kandungan za-zat makanan dari ransum tersebut; 3) Kecepatan Pertumbuhan Relatif (KPR), dihitung berdasarkan rumus menurut petunjuk Banister dan Scot (1974) yaitu :
                        W2 – W1
RGR    = ------------------------
      ½ (W2 + W1) t

Dimana :          RGR    = Relative Growth Rate (Kecepatan Pertumbuhan Relatif)
                        W1      = Berat Badan Awal
                        W2      = Berat Badan Akhir
                        t           = Lamanya Penelitian (minggu)

4) Konversi Zat-zat Makanan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi zat-zat makanan per minggu dibagi dengan pertambahan berat badan per minggu.
            Data yang terkumpul dianalisis dengan uji-t (Sostrosupadi, 1977) dengan rumus :
                                          │Ā – B │
            t hitung            = ------------------
                                          s( Ā – B )

dimana : s( Ā – B ) = sd =standar error
               Ā          = Kelompok I
               B          = Kelompok II


            Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi ransum, konsumsi protein dan energi, kecepatan pertumbuhan relatif, konversi protein dan energi  per ekor per hari pada fase starter dan finisher sebagai berikut :
Variabel
Fase Starter
Fase Finisher
Pembatasan Makanan
ad libitum
Pembatasan Makanan
ad libitum
Konsumsi Ransum (gr)
48,44
87,46
133,33
138,08
Konsumsi Protein (gr)
10,42
18,79
21,53
26,24
Konsumsi Energi (kkal)
138,08
250,75
351,33
427,97
Kec. Pertumbuhan Relatif (%)
44,08
49,60
28,21
23,53
Konversi Protein
0,35
0,44
0,39
0,46
Konversi Energi
5,72
1,06
6,43
7,60

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan yang mendapat ransum terbatas pada kedua fase tersebut. Adanya perbedaan ini disebabkan karena kelompok broiler yang mendapat perlakuan ad libitum mempunyai kesempatan lebih banyak untuk mengkonsumsi ransum, sehingga broiler walaupun mempunyai keterbatasan dalam menampung ransum, namun karena tersedia secara terus-menerus maka secara naluriah broiler akan mengkonsumsi lebih banyak.
Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah konsumsi protein dan energi dari broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan yang mendapat ransum terbatas pada kedua fase tersebut. Adanya perbedaan ini disebabkan karena jumlah ransum yang dikonsumsi oleh broiler yang mendapat ransum ad libitum lebih banyak dibanding broiler yang mendapat ransum terbatas. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Soeharsono (1976) bahwa jumlah konsumsi zat-zat makanan dipengaruhi oleh daya konsumsi ransum.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada fase starter kecepatan pertumbuhan relatif dari broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (p<0,01) dibanding broiler yang mendapat ransum terbatas. Namun pada fase finisher kecepatan pertumbuhan relatif dari broiler yang mendapat pembatasan ransum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan broiler yang mendapat ransum ad libitum. Adanya perbedaan pada fase starter ini disebabkan karena biasanya pada unggas sebelum pengamatan dilakukan tidak didahului dengan masa preliminary, sehingga pada fase tersebut broiler belum dapat atau lambat mengadaptasi sifat naluriahnya dengan perlakuan yang diberikan. Soeharsono (1976) menyatakan bahwa proses adaptasi ayam pedaging tidaklah mudah mengingat masa hidup dan produksi yang singkat. Adanya perbedaan pada fase finisher selain disebabkan karena penjatahan ransum yang telah sesuai untuk memacu pertumbuhan, juga karena laju gerak bahan makanan dalam saluran pencernaan memungkinkan enzim-enzim pencernaan mempunyai kesempatan yang lebih lama untuk mencerna bahan makanan. Akibatnya kecepatan pertumbuhan relatif pada fase finisher untuk broiler yang mendapat ransum terbatas lebih cepat dibandingkan dengan broiler yang mendapat ransum ad libitum.
Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa konversi protein dan energi dari broiler yang mendapat ransum ad libitum sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibanding dengan yang mendapat ransum terbatas pada kedua fase tersebut. Ini berarti jumlah protein dan energi yang diberi ransum ad libitum untuk menghasilkan satu satuan daging lebih banyak dari pada yang diberi terbatas. Dengan kata lain broiler yang diberikan ransum terbatas lebih efisien dalam mengubah protein dan energi menjadi daging. Selain itu dari penelitian ini diperoleh hasil, bahwa broiler yang diberi ransum terbatas dapat menghemat sebanyak 19,40% dari ransum ad libitum. Namun pada penelitian Theedens (1987) dengan pembatasan waktu makan sampai dengan 8 jam dapat mengurangi konsumsi sebanyak 15,4% dari ad libitum. Jika kedua hasil penelitian ini dibandingkan, maka pemberian ransum menurut rekomendasi Murtidjo (1987) masih lebih efisien.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum menurut rekomendasi Murtidjo (1987) kurang sesuai pada fase starter, sehingga menghasilkan kecepatan pertumbuhan relatif yang lebih lambat dibanding pemberian ad libitum. Namun pada fase finisher menghasilkan kecepatan pertumbuhan relatif yang lebih cepat dibanding pemberian ad libitum. Selain itu pemberian ransum menurut rekomendasi Murtidjo (1987) menghasilkan nilai konversi zat-zat makanan yang lebih baik dari pemberian ad libitum. Dengan kata lain broiler yang diberi ransum terbatas lebih efisien dalam mengubah protein dan energi menjadi daging. Lebih lanjut disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan sistim ini dapat menghemat konsumsi ransum sebanyak 19,04% dari pemberian ad libitum.
Untuk menghemat konsumsi ransum pada pemeliharaan broiler di daerah kota kupang tanpa menurunkan produksi, maka disarankan pemberian ransum dapat dihemat sampai 19,40% dari pemberian ad libitum.

Daftar Pustaka

Berek, Y., 1991. Pengaruh Pembatasan Pemberian Ransum Terhadap Kecepatan Pertumbuhan Relatif Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Murtidjo, B. A., 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosupady, A. 1977. Statistik Percobaan. Jilid I. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Malang.

Soeharsono, 1976. Respon Broiler Terhadap Berbagai Kondisi Lingkungan. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Theedens, J. F., 1987. Pengaruh Pembatasan Waktu Makan Terhadap Prosentase Karkas Broiler. Thesis. Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar