bae sonde bae ..... yang penting beta menulis dan bercerita

Kamis, 02 Oktober 2014

Mewujudkan NTT Sebagai Provinsi Ternak



MEWUJUDKAN NTT SEBAGAI PROVINSI TERNAK

Ternak sapi NTT pernah mengalami masa kejayaan di era tahun 70-an dimana sapi-sapi tersebut pernah di ekspor/diantarpulaukan sampai luar negeri seperti Hongkong. sehingga NTT pernah dijuluki dengan “gudang Ternak”.
Seperti yang dilaporkan oleh Samuel Oktora yang mengutip Kornelis Kewa Ama/Frans Sarong, bahwa hingga era 1990-an, NTT merupakan salah satu gudang ternak nasional yang berada di urutan kedua setelah Jawa Timur. Saat itu populasi ternak NTT mencapai 700.000 ekor dengan berat sapi mampu mencapai 700-800 kilogram per ekor.
Akan tetapi, kini populasi maupun kualitas sapi di NTT terus merosot dan pada tahun 2000-an populasi sapi NTT menjadi 500.000 ekor dengan berat sapi rata-rata di bawah 300 kg per ekor.
Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Timur melaporkan, populasi sapi dan kerbau tahun 2013 sebanyak  929.324 ekor atau naik 0,07 persen di bandingkan dengan hasil pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2011 sebanyak 928.703 ekor.
Salah satu faktor penghambat laju peningkatan populasi adalah pemotongan sapi/kerbau betina produktif yg semakin tinggi sebagai akibat desakan untuk mencukupi permintaan. Hal ini telah berlangsung cukup lama dan semakin tidak terkendali terutama terjadi pada daerah sumber ternak. Kondisi ini tentu amat memprihatinkan dan jika tidak segera ditanggulangi bukan tidak mungkin NTT sebagai gudang ternak akan tinggal kenangan.
Dari kenyataan tersebut, Pemerintah Provinsi NTT sejak kemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008 – 2013 dan 2013 – 2018 berkomitmen untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi rakyat dan percepatan penanggulangan kemiskinan, yang dituangkan dalam delapan agenda pembangunan daerah dan empat tekad. Salah satu tekad yakni “NTT sebagai Provinsi Ternak” bertujuan mengembalikan kejayaan NTT sebagai gudang ternak atau daerah produsen ternak terkemuka di Indonesia serta sebagai sumber bibit sapi Bali dan sapi Sumba Ongole. Untuk itu diperlukan rencana aksi untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah Provinsi NTT dalam mengatasi permasalahan tersebut melalui Insentif dan Penyelamatan Sapi/kerbau Betina Produktif (IPBP).

Tujuan dan Sasaran.
Tujuan kegiatan ini : 1) Mempertahankan, mendorong dan memotivasi peternak rakyat baik secara individu maupun kelompok untuk mengembangbiakkan sapi/kerbau betina produktif dan melakukan usaha pembibitan; 2) Mencegah pemotongan sapi/kerbau betina produktif, sekaligus memperbaiki produktivitasnya; 3) Meningkatkan populasi sapi/kerbau; 4) Menginisiasi penegakan peraturan pelarangan pemotongan ternak ruminansia besar betina produktif.
Sasaran kegiatan :1) Termovitasinya peternakan dan kelompok dalam mengembangbiakan sapi/kerbau betina produktif dan melakukan usaha pembibitan; 2) Memberikan penghargaan /insentif kepada peternak yang memiliki sapi potong/kerbau betina produktif bunting; 3) Tercegahnya pemotongan sapi/kerbau betina produktif; 4) Tercapainya penurunan angka pemotongan sapi/betina produktif; 5) Tercapainya peningkatan populasi sapi/kerbau sehingga dapat menjamin peningkatan populasi secara optimal; 6) Tegaknya peraturan perundangan pelarangan pemotongan ternak betina produktif.
Sapi/kerbau betina produktif adalah sapi/kerbau yang telah melahirkan kurang dari 5 (lima) kali atau berumur di bawah 8 (delapan) tahun, atau sapi/kerbau betina yang berdasarkan hasil pemeriksaan reproduksi yang dilakukan oleh dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan dinyatakan memiliki organ reproduksi normal serta masih dapat berfungsi optimal sebagai sapi/kerbau induk dan bebas dari penyakit hewan menular.
Insentif dalam kegiatan ini adalah dana tunai langsung yang diberikan kepada peternak sebagai penghargaan atas prestasinya yang telah membudidayakan sapi/kerbau betina produktif menjadi bunting melalui tata kelola budidaya yang baik. Sedangkan penyelamatan dalam kegiatan ini adalah tindakan untuk mencegah terjadinya pemotongan sapi/kerbau betina produktif dengan penggantian dalam bentuk sapi/kerbau siap potong produksi lokal atau dalam bentuk tunai.
Titik kritis berhasil tidaknya kegiatan IPBP terletak pada pelaksanaan seleksi calon penerima dan calon lokasi (CP/CL), untuk itu perlu tim teknis di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk melakukan CP/CL.

Kelompok Insentif.
Kelompok Insentif IPBP adalah  kelompok peternak yang mengelola dan menerima dana insentif yang lulus seleksi berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
Kriteria lokasi.
1)   Merupakan wilayah/kawasan populasi ternak sapi/kerbau yang cukup tinggi.
2)   Memiliki kondisi agroekosistem sesuai usaha peternakan, yang didukung oleh ketersediaan  sumber pakan lokal setempat dan air.
3)   Memiliki potensi pengembangan ternak potong dan diproyeksikan sebagai wilayah sumber bibit bagi bangsa sapi/kerbau dominan di wilayah tersebut.
4)   Tersedia petugas lapangan/pendamping kelompok.
5)   Mudah dijangkau untuk pembinaan dan pemantauan.
6)   Guna mendukung program pemerintah daerah disarankan pada kawasan Desa Mandiri Anggur Merah (Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera) dan sekitarnya.

Kriteria Kelompok.
1)      Kelompok beranggotakan minimal 20 orang dan memiliki sapi/kerbau betina produktif.
2)      Kelompok tersebut aktif, terdaftar dan telah mengajukan proposal kepada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota.
3)      Kelompok tidak mendapatkan penguatan modal atau fasilitas lain dari pemerintah pada tahun yang sama, kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap.
4)      Memiliki sarana usaha peternakan yang memadai antara lain : lahan, fasilitas  kandang, potensi sumber pakan.
5)      Mendapat rekomendasi dari Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota setempat.
6)      Dinyatakan lulus seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota untuk kemudian diusulkan sebagai kelompok nominasi/calon ke tingkat Provinsi, yang kemudian diverifikasi oleh Tim Pembina Provinsi dan ditetapkan sebagai kelompok terpilih oleh kepala Dinas Peternakan Provinsi atas nama Gubernur.
Tim Pembina Provinsi  adalah kelompok kerja yang berfungsi melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan IPBP yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur atas usulan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT.
Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah kelompok kerja yang  berfungsi sebagai pembina kegiatan  pelaksanaan kegiatan IPBP oleh kelompok yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota atas usulan Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota.

Kriteria Peternak.
1)      WNI, Dewasa atau sudah berkeluarga dan memiliki KTP;
2)      Memiliki sapi/kerbau sehat, kondisi baik dan bunting minimal 5 bulan;
3)      Memiliki pengalaman beternak, atau pernah mengikuti pelatihan  peternakan sapi/kerbau;
4)      Mampu menyediakan  pakan ternak;
5)      Berdomisili dalam kawasan lokasi kelompok.

Kelompok Penyelematan Sapi/Kerbau Betina Produktif.
Kelompok penyelamat IPBP adalah kelompok peternak yang melakukan penyelamatan betina produktif yang lulus seleksi berdasarkan kriteria yang ditetapkan.

Kriteria Lokasi.
1)        Memiliki tingkat pemotongan sapi/kerbau betina cukup tinggi.
2)        Kawasan/wilayah dengan kepadatan ternak sapi/kerbau cukup tinggi.
3)        Memiliki potensi pengembangan ternak sapi potong dan diproyeksikan sebagai daerah sumber bibit ternak.
4)        Memiliki unit pelayanan teknis RPH, Puskeswan maupun Pos IB yang beroperasional secara aktif.
5)        Memiliki kondisi agroekosistem sesuai usaha peternakan, yang didukung oleh ketersediaan  sumber pakan lokal setempat dan air.
6)        Tersedia petugas lapangan.
7)        Guna mendukung program pemerintah daerah, maka disarankan pada Desa Mandiri Anggur Merah atau sekitarnya.

Kriteria Kelompok.
1)        Kelompok beranggotakan minimal 20 orang dan berpengalaman di bidang pengelolaan ternak sapi/kerbau.
2)        Memiliki struktur organisasi kelompok dan peraturan kelompok (AD-ART) yang diterapkan secara intensif.
3)        Kelompok tersebut aktif, terdaftar dan telah mengajukan proposal kepada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota.
4)        Kelompok tersebut tidak bermasalah dengan perbankan atau sumber permodalan lainnya.
5)        Kelompok yang bersangkutan tidak mendapatkan penguatan modal atau fasilitas lain dari pemerintah pada tahun yang sama, kecuali kegiatan yang diprogramkan.
6)        Menerapkan sistem manajemen administrasi keuangan  secara tertib.
7)        Memiliki sarana usaha peternakan yang memadai antara lain lahan, fasilitas kandang, potensi sumber pakan, catatan perkawinan.
8)        Kelompok memiliki anggota yang mau dan sanggup memberikan kontribusi dalam penyediaan prasarana dan sarana yang masih diperlukan baik yang belum maupun yang sudah termasuk dalam RUK penyelamatan sapi/kerbau betina produktif.
9)        Menyetujui peraturan, ketentuan, persyaratan dan perjanjian yang telah ditetapkan dan menyatakan sanggup melaksanakan kegiatan tersebut yang dituangkan dalam surat pernyataan.
10)    Kelompok memiliki anggota yang menunjukkan tekad dan keseriusan serta menjadi penggerak dalam mengembangkan pembibitan yang dituangkan dalam surat pernyataan.
11)    Memiliki akses dan kerja sama yang baik dengan unit pelayanan kesehatan hewan dan/atau pelayanan IB/Kawin Alam.
12)    Mendapat rekomendasi dari Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota setempat.
13)    Dinyatakan lulus seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota untuk kemudian diusulkan sebagai kelompok nominasi/calon ke tingkat Provinsi, yang kemudian diverifikasi oleh Tim Pembina Provinsi dan ditetapkan sebagai kelompok terpilih oleh kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT atas nama Gubernur.

Kriteria Ternak yang diselamatkan.
1)   RPH atau tempat pemotongan hewan
a.       Sapi/kerbau betina yang dinyatakan produktif mendapat Surat Keterangan Kesehatan Reproduksi berdasarkan hasil pemeriksaan reproduksi dan ditandatangani oleh petugas yang ditunjuk.
  1. Sapi/kerbau betina harus disertai Surat Keterangan Sehat.
  2. Sapi/kerbau betina yang berasal dari wilayah endemis Brucellosis dilakukan pemeriksaan cepat Rose Bengal Test (RBT) dilanjutkan dengan CFT (Complement Fixation Test) jika pemeriksaan RBT positif.
  3. Sapi/kerbau betina produktif yang berasal dari wilayah yang telah dilaksanakan vaksinasi Brucellosis, diadakan pemeriksaan laboratorium.
  4. Sapi/kerbau betina produktif yang positif Brucellosis, sesuai dengan ketentuan yang berlaku diadakan pemotongan bersyarat.
  5. Sapi/kerbau betina produktif memenuhi standart bibit sapi potong local yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

2)  Peternak / kelompok peternak atau pasar hewan
a.       Sapi/kerbau betina yang dinyatakan produktif melalui pengamatan dan pemeriksaan fisik oleh Tim Reproduksi.
b.      Sapi/kerbau betina harus disertai Surat Keterangan Sehat dan surat keterangan daerah asal untuk mengetahui situasi penyakit Penyakit Hewan Menular Strategis terkait penyakit reproduksi (Brucellosis dan Infectious Bovine Rhinotracheitis).
  1. Sapi/kerbau betina yang berasal dari wilayah endemis Brucellosis dilakukan pemeriksaan cepat Rose Bengal Test (RBT) dilanjutkan dengan CFT (Complement Fixation Test) jika pemeriksaan RBT positif.
  2. Sapi/betina produktif yang berasal dari wilayah yang telah dilaksanakan vaksinasi Brucellosis, diadakan pemeriksaan laboratorium.
  3. Sapi/betina produktif yang positif Brucellosis, sesuai dengan ketentuan yang berlaku diadakan pemotongan bersyarat.
  4. Sapi/kerbau betina yang berasal dari wilayah endemis surra dilakukan pemeriksaan Surra dengan hasil negatif.
  5. Sapi/kerbau betina produktif memenuhi standart bibit sapi potong local yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pelaksanaan IPBP.
1.        Kegiatan Insentif.
a.    Seleksi Kelompok Insentif
     Seleksi kelompok penerima bantuan dana insentif sapi/kerbau betina produktif untuk dana Bansos yang ada pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Provinsi dilakukan melalui tahapan dan tata cara sebagai berikut:
1)        Tahap I
a)      Inventarisasi dan penilaian proposal kelompok peternak oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (long list dan medium list)
b)      Tim Teknis melakukan peninjauan lapang terhadap calon penerima dan calon lokasi (CP/CL).
c)      Hasil peninjauan lapang dievaluasi untuk penentuan calon kelompok terpilih (short list).
2)        Tahap II
a)      Tim Pembina provinsi melakukan verifikasi terhadap calon kelompok terpilih (penilaian menggunakan contoh kuesioner pada lampiran 1.A.).
b)      Hasil verifikasi dimusyawarahkan oleh Tim Pembina Provinsi, dan Tim Teknis Kabupaten/Kota.
c)      Hasil musyawarah dituangkan dalam berita acara yang memuat daftar kelompok peternak calon penerima, yang diketahui oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.
3)        Tahap III    
a)     Tim Pembina Provinsi mengusulkan kelompok peternak calon penerima kepada Kepala Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk ditetapkan sebagai kelompok peternak penerima;
b)    Atas dasar usulan tersebut Kepala Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan menetapkan kelompok peternak penerima. Hasil penetapan kelompok peternak penerima disosialisasikan atau diumumkan kepada masyarakat oleh Tim Pembina Provinsi.

b.    Seleksi Ternak
Seleksi ternak  yang mendapat  insentif sebagai berikut :
1)        Diutamakan ternak lokal;
2)        Sapi/kerbau sehat, bunting minimal 5 bulan;
3)        Umur sapi/kerbau betina produktif menjadi penilaian seleksi, umur induk yang lebih muda mendapat nilai lebih tinggi, karena dimungkinkan dapat melahirkan anak lebih banyak;
4)        Umur kebuntingan lebih tua akan mendapat nilai yang lebih tinggi;
5)        Penentuan kebuntingan ternak dilakukan oleh Tim Reproduksi.

c.    Tata cara pemberian insentif
1)        Setiap kelompok akan mengelola dana dengan komposisi penggunaan dana minimal 80% untuk insentif  dan maksimal 20% untuk biaya operasional kelompok (honor pemeriksa kebuntingan, biaya kandang jepit, honor rekorder kelompok, marking ternak, dan administrasi).
2)        Sapi/kerbau yang bunting minimal 5 bulan yang terpilih, diberikan insentif.
3)        Setiap peternak hanya memperoleh insentif maksimal untuk 5 ekor sapi/kerbau.
4)        Kelompok melakukan identifikasi dan inventarisasi keberadaan sapi/kerbau betina produktif yang ada di kelompok dan di lokasi sekitar kelompok dalam wilayah yang sama.
5)        Selanjutnya dengan waktu yang telah ditentukan dilakukan seleksi oleh Tim Reproduksi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota untuk menilai dan menetapkan sapi/kerbau betina produktif bunting yang terpilih.
6)        Insentif diberikan pada anggota kelompok dan atau peternak yang ada   di wilayah/kawasan apabila jumlah ternak yang layak mendapat insentif pada kelompok belum  mencapai  target.
7)        Sapi/kerbau yang mendapat insentif wajib diberi marking (microchip atau cap tinta/freeze branding) dan kartu ternak yang dilengkapi dengan KTP pemilik.

2.        Kegiatan Penyelamatan.
A.       Seleksi Kelompok Penyelamat.
Seleksi kelompok penerima bantuan dana penyelamatan sapi betina produktif dilakukan melalui tahapan dan tata cara sebagai berikut:
1.        Tahap I
a.    Inventarisasi dan penilaian proposal kelompok peternak oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (long list dan medium list)
b.    Tim Teknis melakukan peninjauan lapang terhadap calon penerima dan calon lokasi (CP/CL).
c.    Hasil peninjauan lapang dievaluasi untuk penentuan calon kelompok terpilih (short list).

2.        Tahap II
a.    Tim Pembina Provinsi melakukan verifikasi terhadap calon kelompok terpilih (penilaian menggunakan contoh kuisioner pada lampiran 1.A.).
b.    Hasil verifikasi dimusyawarahkan oleh Tim Pembina Provinsi, dan Tim Teknis Kabupaten/Kota.
c.    Hasil musyawarah dituangkan dalam berita acara yang memuat daftar kelompok peternak calon penerima, yang diketahui oleh Kepala Dinas kabupaten/kota.

3.        Tahap III
a.    Tim Pembina Provinsi mengusulkan kelompok peternak calon penerima kepada Kepala Dinas Provinsi untuk ditetapkan sebagai kelompok peternak penerima;
b.    Atas dasar usulan tersebut Kepala Dinas Provinsi menetapkan kelompok peternak penerima. Hasil penetapan kelompok peternak penerima disosialisasikan atau diumumkan kepada masyarakat oleh Tim Pembina Provinsi.

Tanggung jawab  kelompok :
(1)     Membeli sapi/kerbau betina produktif yang disertai surat keterangan status kesehatan dan reproduksi yang dikeluarkan oleh dokter hewan yang ditunjuk.
(2)     Menyediakan stok sapi siap potong untuk pengganti sapi betina yang diselamatkan.
(3)     Memelihara/mengelola sapi/kerbau betina secara optimal hingga terjadi kebuntingan dan terjamin sehat.
(4)     Menyalurkan/menjual sapi/kerbau betina produktif yang telah bunting dengan jangka waktu 6 bulan sebelum melahirkan dan 3 bulan setelah pasca kelahiran dan sehat kepada  pembeli baik kelompok, koperasi, swasta maupun masyarakat umum.
(5)   Kelompok Penyelamat Sapi/kerbau betina Produktif membentuk pola kemitraan dengan Kelompok Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Ternak sapi yang berada di Desa Mandiri Anggur Merah atau sekitarnya. dimana kelompok BPLM membeli sapi/kerbau betina produktif dari dari kelompok PSBP untuk dipelihara sampai lahir. Dengan demikian diharapkan adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk dapat membentuk kelompok BPLM yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.
(6)   Apabila daya tampung dari kandang penampungan kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif melebihi dari kapasitas ternak sapi yang diselamatkan, maka kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif dapat bermitra dengan Kelompok BPLM ternak sapi dimana kelompok BPLM ternak sapi memelihara sapi betina produktif dari kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif dengan sistim bagi hasil.
(7)     Mengelola uang hasil penjualan ternak sebagai modal penyelamatan sapi/kerbau betina produktif kembali.
(8)     Membuat laporan kegiatan sesuai dengan ketentuan .
(9)     Mengembangkan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka optimalisasi agribisnis berbasis ekonomi kerakyatan.

B.       Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina Produktif.
a.         Penyelamatan Sapi Betina Produktif di Kelompok Peternak dan Pasar Hewan.
Mekanisme penyelamatan sapi betina produktif di kelompok peternak dan pasar hewan, sebagai berikut :
1)        Sapi/kerbau betina produktif yang akan diselamatkan adalah sapi/kerbau betina produktif yang akan dipotong bukan yang akan dikembangkan oleh masyarakat. 
2)        Setiap sapi/kerbau betina produktif yang dibeli dari kelompok peternak harus disertai dokumen ternak (surat jalan ternak, surat keterangan kesehatan hewan dan keterangan status reproduksi).
3)        Setiap sapi/kerbau betina produktif yang dibeli dari kelompok peternak harus dilakukan pemeriksaan teknis kesehatan hewan dan kesehatan reproduksi oleh petugas yang ditunjuk.
4)        Pembelian sapi/betina betina produktif dari kelompok peternak dilakukan berdasarkan standar harga yang ditetapkan di daerah tersebut.
5)        Sapi betina/kerbau betina produktif yang telah dibeli dari kelompok peternak melalui pengamatan dan pemeriksaan fisik oleh tim reproduksi selanjutnya diberi marking ternak (ear tag atau cap tinta) yang selanjutnya dipelihara kelompok penyelamat untuk diberi perlakuan/pelayanan teknis sehingga dapat meningkatkan status kesehatan hewan dan status reproduksi yang memiliki nilai tambah.
6)        Pemeriksaan status reproduksi ternak sapi/kerbau betina produktif yang akan diselamatkan dilakukan oleh Tim Reproduksi, dengan kategori sebagai berikut :
a.         Bunting
b.         Tidak bunting tetapi fungsi reproduksi normal
c.         Tidak bunting, fungsi reproduksi abnormal tetapi masih dapat diperbaiki
7)        Sapi/kerbau betina produktif yang belum bunting, selanjutnya dikawinkan dengan bangsa sapi/kerbau asli/lokal sejenis melalui IB atau kawin alam sampai terjadi kebuntingan.
8)        Sapi betina/kerbau betina produktif setelah masa kebuntingan dengan grade periode 3 - 12 bulan, dan apabila sapi/kerbau yang telah diselamatkan telah melahirkan, dikeluarkan/dijual kepada pihak luar (kelompok, swasta  atau koperasi dll) untuk dikembangbiakkan.
9)        Kelompok Penyelamat Sapi/kerbau betina Produktif membentuk pola kemitraan dengan Kelompok Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Ternak sapi yang berada di Desa Mandiri Anggur Merah atau sekitarnya. dimana kelompok BPLM membeli sapi/kerbau betina produktif dari dari kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif untuk dipelihara sampai lahir. Dengan demikian diharapkan adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk dapat membentuk kelompok BPLM yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.
10)    Apabila daya tampung dari kandang penampungan kelompok penyelamat sapi betina produktif melebihi dari kapasitas ternak sapi yang diselamatkan, maka kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif dapat bermitra dengan Kelompok BPLM ternak sapi dimana keompok BPLM ternak sapi memelihara sapi betina produktif dari kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif dengan sistim bagi hasil.
11)    Setiap sapi betina yang dikeluarkan dari kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif harus disertai surat keterangan status ternak/sertifikat yang dikeluarkan oleh petugas teknis.
12)    Hasil penjualan sapi betina bunting selanjutnya dijadikan modal kembali untuk proses penyelamatan sapi betina produktif di kelompok penyelamat, demikian seterusnya sehingga diharapkan sapi betina  yang diselamatkan semakin bertambah.
13)    Sapi/kerbau yang telah dikawinkan lebih dari 3 kali tidak bunting, maka oleh Tim Reproduksi diperiksa kembali dan bila telah dinyatakan masuk dalam kategori  steril atau tidak produktif lagi maka direkomendasikan untuk dijual dan dipotong.
14)    Sapi yang sudah dikategorikan tidak produktif/steril/majir, diberi tanda permanen (cap tinta atau freeze branding) dengan kode “S” pada telinga.
b.        Penyelamatan Sapi/kerbau Betina Produktif di Rumah Potong Hewan.
Penyelamatan sapi/kerbau betina produktif di RPH  ditujukan untuk mencegah pemotongan sapi betina produktif, dengan mekanisme sebagai berikut:
(1)          Setiap ternak sapi/kerbau betina produktif yang masuk ke RPH harus disertai dokumen ternak (surat jalan ternak, surat keterangan kesehatan hewan dan keterangan status reproduksi).
(2)          Setiap ternak sapi/kerbau betina produktif yang akan dipotong di RPH harus dilakukan pemeriksaan teknis kesehatan hewan dan kesehatan reproduksi oleh petugas yang ditunjuk.
(3)          Ternak sapi/kerbau betina yang masih produktif berdasarkan hasil pemeriksaan petugas teknis RPH segera dipisahkan pada kandang khusus penyelamatan sapi/kerbau betina produktif, untuk selanjutnya dijual kepada kelompok penyelamat.
(4)          Sapi/kerbau betina produktif yang akan dipotong dapat diganti dengan sapi/kerbau yang telah disediakan dengan perhitungan nilai yang disepakati dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau dibeli dengan dana penyelamatan sapi/kerbau betina produktif yang besarnya sesuai ketentuan di Kab./Kota.
(5)          Sapi/kerbau betina produktif yang telah diselamatkan dari RPH selanjutnya dipelihara kelompok penyelamat untuk diberi perlakuan/pelayanan teknis sehingga dapat meningkatkan status kesehatan hewan dan status reproduksi yang memiliki nilai tambah.
(6)          Sapi/kerbau betina produktif yang belum bunting, selanjutnya dikawinkan dengan bangsa sapi/kerbau asli/lokal sejenis melalui IB atau kawin alam sampai terjadi kebuntingan.
(7)          Sapi betina/kerbau betina produktif setelah masa kebuntingan dengan grade Periode 3 - 12 bulan, dan apabila sapi/kerbau yang telah diselamatkan telah melahirkan dikeluarkan/dijual kepada pihak luar (kelompok, swasta  atau koperasi dll) untuk dikembangbiakkan.
(8)          Kelompok Penyelamat Sapi/kerbau betina Produktif membentuk pola kemitraan dengan Kelompok Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Ternak sapi yang berada di Desa Mandiri Anggur Merah atau sekitarnya. dimana kelompok BPLM membeli sapi betina produktif dari dari kelompok penyelamatan sapi/kerbau betina produktif untuk dipelihara sampai lahir. Dengan demikian diharapkan adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk dapat membentuk kelompok BPLM yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota.
(9)          Apabila daya tampung dari kandang penampungan kelompok penyelamat sapi betina produktif melebihi dari kapasitas ternak sapi yang diselamatkan, maka kelompok penyelamatan sapi/kerbau betina produktif dapat bermitra dengan Kelompok BPLM ternak sapi dimana keompok BPLM ternak sapi memelihara sapi betina produktif dari kelompok penyelamatan sapi/kerbau betina produktif dengan sistim bagi hasil.
(10)      Setiap sapi/kerbau betina yang dikeluarkan dari kelompok penyelamat sapi/kerbau betina produktif harus disertai surat keterangan status ternak/sertifikat yang dikeluarkan oleh petugas teknis.
(11)      Hasil penjualan sapi/kerbau betina bunting selanjutnya dijadikan modal kembali untuk proses penyelamatan sapi betina produktif di kelompok penyelamat, demikian seterusnya sehingga diharapkan sapi betina  yang diselamatkan semakin bertambah.
(12)      Sapi/kerbau yang telah dikawinkan lebih dari 3 kali tidak bunting, maka oleh Tim Reproduksi diperiksa kembali dan bila telah dinyatakan masuk dalam kategori  steril atau tidak produktif lagi maka direkomendasikan untuk dijual dan dipotong.
(13)      Sapi/kerbau yang sudah dikategorikan tidak produktif/steril/majir, diberi tanda permanen (cap tinta atau freeze branding) dengan kode “S” pada telinga.

Monitoring dan Evaluasi.
Untuk menjaga transparansi penggunaan dana, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara intensif dan berjenjang dengan mekanisme sebagai berikut :
1.      Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi baik fisik maupun keuangan terhadap kelompok insentif dan kelompok penyelamat.
2.      Tim Pembina Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi baik fisik maupun keuangan terhadap hasil laporan Tim Teknis Kabupaten/Kota.

Pelaporan.
Mekanisme pelaporan sebagai berikut :
1.      Kelompok insentif dan kelompok penyelamat wajib membuat laporan realisasi fisik dan keuangan setiap bulan kepada Dinas Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya.
2.      Dinas Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi seluruh laporan yang diterima dari kelompok insentif dan kelompok penyelamat dan melaporkan setiap bulan kepada Dinas Provinsi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
Pengawasan.
Pengawasan dilakukan oleh pemerintah melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah maupun lembaga/instansi pengawas lainnya) dan pengawasan oleh masyarakat (antara lain : tokoh masyarakat dan wakil rakyat).
Ada 6 tahapan kritis yang perlu diperhatikan dalam pengawasan, yaitu tahap :
1.    Sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pusat/Tim Pembina Provinsi/ Tim Teknis Kabupaten/Kota;
2.    Pelaksanaan seleksi calon penerima dan calon lokasi (CP/CL) yang dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota;
3.    Pelaksanaan verifikasi yang dilakukan oleh Tim Pembina Provinsi;
4.    Penyaluran dana ke rekening kelompok ;
5.    Pencairan dana yang dilakukan oleh kelompok;
6.    Pemanfaatan dana yang dilakukan oleh kelompok.

©johnberek99.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar