bae sonde bae ..... yang penting beta menulis dan bercerita

Senin, 23 Februari 2015

Nomophobia



Penulisan artikel ini terinpirasi setelah menonton acara 3 60 di Metro TV pada Sabtu, 21 Pebruari 2015 jam 22.05 Wita. Pada topik kedua 3 60 mengangkat tentang No Mobile Phone Phobia (Nomophobia) yakni ketakutan akan dipisahkannya pengguna dengan gadget kesayangannya. Menurut sebuah studi dari seribu orang di Inggris, 66% dari populasi ketakutan kehilangan phonsel. Beberapa gejala monophobia lainya adalah kecemasan dan gejala fisik negatif.
Jika kita memperhatikan di sekitar kita, terutama saat menggunakan transportasi umum atau berada di tempat keramaian, maka akan ditemukan fenomena menarik dimana kita akan temui orang-orang yang asik dengan gadgetnya masing-masing.
Bermain dengan smartphone dan tablet, seakan-akan lebih mengasyikkan daripada berdiskusi dengan orang lain. Satu hal yang ironis dapat kita lihat atau rasa ketika dalam kumpul keluarga, ternyata setiap anggotanya banyak yang asik dengan gadgetnya, bukan ngobrol dengan keluarga sendiri. Begitu pula apabila kita hadir dalam satu pertemuan atau rapat dimana rapat tersebut belum mulai maka akan terlihat bahwa hamper setiap orang asyik dengan gadgetnya masing-masing dari pada berdiskusi tentang topik rapat yang akan dibicarakan nanti. Seakan gadget sudah menjadi semacam 'fetish' yang menarik seluruh kesadaran mereka.
Ketergantungan orang-orang terhadap gadget dapat dengan kentara terlihat dalam kesehariannya. Ketika baru bangun tidur, hal pertama yang dilakukan biasanya adalah menggapai telepon genggam untuk memeriksa apakah ada notifikasi yang masuk atau tidak. Sampai ketika ingin menutup mata tak lupa untuk memberitahukan kepada khalayak ramai seantero media sosial bahwa dirinya akan tidur, lalu memasang bel penanda bangun diaktifkan dan kemudian gadgetnya diletakkan di tempat terdekat dan mudah terjangkau oleh tangan ketika terbangun. Ketika saya masih terperangkap dalam media social, kadang saya tertawa membaca status saya sekarang lagi berada di gereja xxxxx, atau saya sekarang lagi mengikuti ibadah hari minggu di gereja xxxxx, sehingga saya berpikir apakah kalo kita hendak menghadap Tuhan kita juga wajib untuk memberitahu kepada sahabat social media? Padahal itu urusan anda dan Tuhan anda yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Bahkan dalam gereja dan sedang mengikuti ibadah pun orang masih sempat-sempatnya memeriksa notifikasi, mengirim dan menerima SMS/panggilan hingga membaca dan meng-upload status. Lebih ironis lagi untuk “menjual diri” saja harus menggunakan gadget.
Berbagai informasi aktifitas dalam sehari dapat ditampung ke dalam sebuah akun media sosial di perangkat kecil bernama gadget, berbagai hal pula dapat dipermudah oleh fungsi-fungsi yang disuguhkan oleh gadget. Alasan tersebut menjadikan manusia begitu dekat dengan gadget dan kemudian menjadi keranjingan untuk selalu menggunakannya. Akhirnya perangkat-perangkat yang digunakan dalam keseharian tersebut merubah perilaku manusia, baik dalam bersosialisasi maupun dalam menyikapi suatu keadaan di sekitar atau mungkin lebih tepat untuk disebut pergeseran etika.
Adalah hal yang begitu menyebalkan ketika kita harus berhadapan dengan sahabat paling dekat yang sedang sibuk dengan gadgetnya, seolah-olah kita adalah tembok yang kurang memiliki arti ketimbang gadget. Pernah dalam sebuah jamuan makan malam disalah satu rumah makan, dimana saya melihat beberapa orang yang saling kenal sedang sibuk-sibuknya dengan gadgetnya masing-masing hingga muncul istilah “menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh”. Permasalahan sosial berhasil diciptakan oleh gadget untuk orang-orang yang tak mampu mengendalikan ketergantungan terhadapnya. Interaksi langsung antar manusia tanpa media perantara bernama gadget atau kehangatan kedekatan fisik sedang membunuh dirinya sendirinya pelan-pelan. Saking telah menjadi kebiasaan, hal-hal tersebut menjadi tak terasa oleh para pecandu gadget.
Saya sendiri saat ini sedang mencoba untuk mengurangi ketergantungan tersebut, mulai dengan tidak terlalu aktif di beberapa media sosial, mengurangi obrolan-obrolan tak penting melalu berbagai aplikasi chatting, dan sebisa mungkin untuk tak menyentuh gadget. Hal tersebut terbilang sulit bagi kebanyakan orang namun bukan berarti tidak mungkin untuk dapat menggunakan sewajarnya. Berbagai siasat mulai dicoba untuk menjauhkan diri dari perilaku negatif penggunaan gadget. Salah satu cara yang diambil adalah mencoba menyibukkan diri dengan kegiatan yang tak berhubungan dengan gadget seperti membaca buku, menyelesaikan pekerjaan saya sebagai seorang pegawai pemerintah, menulis artikel sederhana yang kemudian dimuat pada blog pribadi saya atau berjalan-jalan menikmati panorama alam.
Saat ini penggunaan gadget seakan sudah menjadi kebutuhan yang sulit di lepaskan dari kegiatan sehari-hari. Banyak orang yang menggunakan gadget untuk mempermudah tugas dan pekerjaan atau  sebagai pengisi waktu luang, namun tanpa disadari penggunaan gadget secara terus menerus dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti :
·         Text claw
Text claw adalah istilah non medis yang digunakan untuk menggambarkan semua kram jari dan nyeri otot yang berasal karena menggulir terus menerus dari SMS, game, browsing, dan lain-lain.
·         Peradangan pada leher
Membungkuk menatap smartphone anda selama berjam-jam pada satu waktu bisa merusak leher dan otot punggung. Menurut sebuah studi yang dilakukan di Inggris, 84% dari mereka mengalami sakit punggung akibat membungkuk menatap smartphone mereka. Tablet dan komputer memperbaiki posisi anda, dalam istilah kesehatan disebut "ergonomis". Membatasi penggunaan smartphone bisa mengurangi ketegangan otot leher.
·         Vision syndrome
Membaca tulisan yang mempunyai ukuran font kecil dapat menyebabkan kelelahan pada mata anda, penglihatan kabur, pusing, dan mata kering. Jika anda mengalami ketidaknyamanan dengan masalah ini, anda bisa merubah ukuran font menjadi lebih besar.
·         Syndrome getaran
Seorang profesor di Indiana University menemukan bahwa 89% dari mahasiswanya mengalami getaran hantu ketika ponesl mereka tidak benar-benar bergetar. Studi ini juga menemukan bahwa siswa yang bergantung pada pesan teks dan update di media sosial lebih cemas ketika phonsel mereka sedang tidak bergetar.
·         Pemicu Tindakan Kriminal.
Masih ingat dengan kasus Florence Sihobing, salah satun kandidat magister hukum pada Universitas  Gajah Mada Yogyakarta terancam dipenjara karena menulis status di social media yang mengkomplain pelayanan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Yogyakarta.
Untuk itu pergunakanlah gadget anda dalam berinteraksi di media social sebijak mungkin.
©johnberek99.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar