bae sonde bae ..... yang penting beta menulis dan bercerita

Selasa, 17 Februari 2015

Asal Mula Rabu Abu



Umat Israel mengenal hari pengampunan yang disebut Yom Kippur (José Ramos-Regidor, Il Sacramento della Penitenza, Riflessione Teologica, Biblico-Storico-Pastorale, Alla Luce del Vaticano II, Elle, Di Ci, Torino-Leumann, Cetak-ulang ke-5, 1985, 109). Ritus pertobatannya dalam bentuk berpuasa, menyobek pakaian, berpakaian karung kasar, menaburi kepala dengan abu dan belutut atau duduk di tanah sambil menangis di hadapan Yahwe. Sesudah itu seluruh umat duduk dalam diam sambil tetap berpuasa, meratap dan bersedih dalam penyesalan yang mendalam atas dosa-dosa. Upacara liturgis itu disertai dengan kata-kata yang intinya umat menyerahkan diri sepenuhnya pada perlindungan Yahwe. Pada umumnya, terlebih sesudah masa pembuangan, waktu itu ada pula pengakuan kolektif atau pertobatan masal oleh seluruh umat atau diwakili oleh para pemimpinnya di mana mereka mengakui kesalahan dan mohon pengampunan dari Yahwe.
Dalam liturgi tobat pada perayaan Yom Kippur tersebut umat menyatakan diri lagi atau membarui niatnya untuk kembali kepada Yahwe. Mereka bertobat dengan sepenuh hati, sebab mereka percaya bahwa Allah mengampuni orang yang hatinya remuk. Pengampunan dosa dihayati atau dirasakan sebagai penyembuhan, sebagai pembersihan atau pentahiran dan sebagai penganugerahan hati yang baru.
Yom Kippur (Ibrani: יוֹם כִּפּוּר atau יום הכיפורים‎, IPA: [ˈjom kiˈpur]), disebut hari pertobatan dan silih yang dirayakan dengan cara berpuasa dan berdoa. Yom dalam bahasa Ibrani artinya “hari” dan Kippur berasal dari akar kata yang artinya “menutup” atau “menyembunyikan” dan arti kedua adalah “menghapus” (dosa-dosa) sehingga disebut hari pengampunan. Ada pendapat lain yang menghubungkan Kippur dengan kapporet yang artinya “kursi kerahiman”
Dalam abad kelima SM, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, kota Niniwe memaklumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan raja menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu.
Gereja Perdana mewariskan penggunaan abu untuk alasan simbolik yang sama. Dalam bukunya “De Poenitentia”, Tertulianus (sekitar 160-220) menulis bahwa pendosa yang bertobat haruslah “hidup tanpa bersenang-senang dengan mengenakan kain kabung dan abu.” Eusebius (260-340) menceritakan dalam bukunya “Sejarah Gereja” bagaimana seorang murtad bernama Natalis datang kepada Paus Zephyrinus dengan mengenakan kain kabung dan abu untuk memohon pengampunan. Dalam abad kedelapan, mereka yang menghadapi ajal dibaringkan di tanah di atas kain kabung dan diperciki abu. Imam akan memberkati orang yang menjelang ajal tersebut dengan air suci, sambil mengatakan “Ingat engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu.”
Setiap tahun, mengawali masa Prapaskah, umat Katolik  mengikuti Misa Rabu Abu. Masa Prapaskah tahun 2015 ini Rabu Abu jatuh tepat pada tanggal 18 Pebruari 2015.
Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaska, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paska. Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah, Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya.
Mengapa hari Rabu?
Gereja Katolik menerapkan puasa ini selama 6 hari dalam seminggu (hari Minggu tidak dihitung, karena hari Minggu dianggap sebagai peringatan Kebangkitan Yesus), maka masa Puasa berlangsung selama 6 minggu ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari. Dengan demikian, hari pertama puasa jatuh pada hari Rabu. (Paskah terjadi hari Minggu, dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari, dihitung mundur, jatuh pada hari Rabu).
Jadi penentuan awal masa Prapaska pada hari Rabu disebabkan karena penghitungan 40 hari sebelum hari Minggu Paska, tanpa menghitung hari Minggu.

Mengapa Rabu “Abu”?

Abu adalah tanda pertobatan. Kitab Suci mengisahkan abu sebagai tanda pertobatan, misalnya pada pertobatan Niniwe. Di atas semua itu, kita diingatkan bahwa kita ini diciptakan dari debu tanah, dan suatu saat nanti kita akan mati dan kembali menjadi debu. Olah karena itu, pada saat menerima abu di gereja, kita mendengar ucapan dari Pastor/Romo/Suster, “Bertobatlah, dan percayalah kepada Injil” atau, “Kamu adalah debu dan akan kembali menjadi debu” (you are dust, and to dust you shall return).”
Bagi orang awam, terutama non-Katolik, bisa saja hal ini mereka tidak paham, sehingga tidak heran ketika berpapasan dengan orang yang baru pulang dari gereja lalu ada abu di dahinya ditegur disangka kotoran. Padahal, debu yang menempel di dahi tersebut adalah abu yang sengaja dibubuhkan oleh pastor/Romo/Suster di gereja dalam Misa Rabu Abu.
Abu yang digunakan dalam upacara hari Rabu Abu ini dibuat dari hasil pembakaran daun-daun palma yang diberkati dan dipakai pada hari Minggu Palma tahun lalu. Abu tersebut selanjutnya diperciki air berkat dan didupai. Daun-daun palma yang tadinya digunakan untuk mengelu-elukan Yesus yang memasuki Yerusalem sebagai Raja  yang penuh kemenangan telah ditransformir menjadi abu yang merupakan tanda kedinaan, bahkan kematian. Dalam misteri paskah rasa sedih diubah menjadi sukacita, kedinaan diangkat menjadi kemuliaan, dan kematian dikalahkan oleh kehidupan. 
Bagi kita pertobatan merupakan ‘paruhan pertama’ dari misteri Paskah. Setiap kita harus bertanggung-jawab untuk menentukan apakah kebutuhan kita yang paling besar. Masa Prapaskah ini adalah  masa rahmat bagi kita untuk melakukan pemeriksaan atas diri kita sendiri. Di sini kita harus jujur mengenai dosa-dosa serta kelemahan-kelemahan kita, kemudian mengambil keputusan tegas, dengan rahmat Allah, untuk mengatasi dosa-dosa dan kelemahan-kelemahan termaksud. Tentang apa-apa saja yang harus kita lihat dalam pertobatan, maka ritus tobat Misa dapat dijadikan panduan.
Pertama :         adalah semangat kejujuran di hadapan Allah: kita mengaku bahwa kita telah berdosa.
Kedua :           adalah doa tobat ini menyatakan bahwa kita harus mempertimbangkan berbagai dosa dan kesalahan lewat pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian kita.
Ketiga :           adalah doa tobat ini juga seharusnya meningkatkan semangat kita karena menyadari bahwa ada dukungan doa-doa dari Santa Perawan Maria, para malaikat dan para kudus serta orang-orang Kristiani lain yang adalah saudara dan saudari kita. Mengenai pemeriksaan  batin itu sendiri, kita dapat menggunakan banyak cara, antara lain dengan menggunakan ‘Sepuluh Perintah Allah” dan “Lima Perintah Gereja”. 


 (dari berbagai sumber)

©johnberek99.blogspot.com
 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar