bae sonde bae ..... yang penting beta menulis dan bercerita

Kamis, 25 Juni 2015

Hidup Sederhana, Apa Mungkin?


Suatu ketika, seorang anak kecil sedang duduk di ladang memandang pesawat terbang yang sedang melintas di atasnya dan memimpikan suatu saat bisa terbang, tapi sang pilot di pesawat  itu memandang ladang hijau yang berada di bawahnya dan memimpikan bisa pulang ke rumah.
Jika kekayaan adalah rahasia kebahagiaan, tentu orang-orang kaya akan menari di jalan, tapi hanya anak-anak miskinlah yang melakukannya.
Jika kekuatan memang menjadi keamanan, tentu orang-orang penting yang jalan tanpa pengawalan, tapi hanya mereka yang hidup sederhana yang bisa tidur nyenyak.
Jika kecantikan dan kepopuleran memang membawa kita pada hubungan yang ideal, tentu para selebritis pasti punya perkawainan yang ideal.
Sekilas pesan yang akan disampaikan dalam cerita ini adalah “Hiduplah sederhana, berjalanlah dengan rendah hati, dan mencintailah dengan tulus”
Yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin kita mampu menjalaninya?
Kita sering terjebak dalam pola hidup hedonis yakni pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai  tujuan utama dalam hidup. Gaya hidup hedonis terbentuk oleh sifat, karakter serta mental seseorang yang memandang terbutuhnya kepuasan fisik dan mental dengan parameter ada banyak  atau sedikitnya harta atau uang yang dipunya.
Manusia moderen saat ini begitu tenggelam dalam arus materialisme, sehingga seolah-olah tidak ada lagi ruang dalam pikiran dan hati untuk memahami dengan jelas apa itu :  kesederhanaan. Orang sepertinya merasa takut sekali terhadap ajakan untuk hidup sederhana. Kesederhanaan dipahami sebagai ajakan untuk menerima dengan realistis keadaan hidup miskin yang sedang dialami. Padahal hidup sederhana berarti usaha menghayati hidup sesuai dengan kebutuhan yang wajar.
Memang kita tidak bisa menyangkal, bahwa kita sedang hidup dalam suatu dunia yang sangat mendewakan materi. Hampir segala aspek kehidupan kita diukur secara nominal. Arus materialisme yang sangat kental ternyata dapat mematikan begitu banyak nilai bajik yang justeru penting untuk membentuk mutu hidup manusia. Misalnya, hilangnya makna pelayanan karena setiap jenis tugas yang mau dijalankan, orang selalu mengharapkan imbalan jasa dengan bersandar pada prinsip uang bensin, uang rokok, uang lelah, uang administrasi, dan lain sebaginya. Sepertinya orang sudah tidak dapat membedakan pekerjaan mana yang memang seharusnya mendapat imbalan,  dan pekerjaan mana yang memang merupakan kesempatan untuk melayani/membantu.
Hidup sederhana juga membantu kita untuk tidak merasa gelisah sekali melihat orang lain tampil lebih dari kita dalam hal memiliki, entah memiliki bakat dan kepribadian yang baik dan menarik,  atau memiliki banyak harta.  Kalau kita telanjur terperangkap dalam ”hasrat” untuk memiliki segala - galanya, maka kita pasti akan mengalami rasa tidak tenang. Kita akan mudah mengidap penyakit hati seperti, sakit hati atau iri hati melihat orang lain mengalami kesuksesan dalam hidupnya.
Dengan demikian ia sama seperti seorang pangeran atau permaisuri yang hidup di atas menara gading berlantai duri. Melukai dan menyakitkan sehingga menghalau kebagiaan dari hidupnya. Kalau sampai tidak bisa merasa bahagia di atas menara kelimpahan itu, berarti sangat jelas bahwa menara itu telah dibangun dengan cara yang kotor atau tidak wajar. Pilihan bijaksana untuk dapat mengecap kebahagiaan di tengah dunia yang  berlimpah dalam segalanya adalah hidup menurut kebutuhan yang nampak sederhana tetapi mampu membersitkan rasa bahagia dalam hidup ini.
Salam dan doa
dari seorang sahabat
untuk para sahabatnya.
©johnberek99.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar