Pernahkah anda mendengar tokoh Romo
Mangunwijaya? Mungkin beliau merupakan salah satu tokoh panutan anda.
Yusuf Bilyarta
Mangunwijaya, Pr atau
yang lebih dikenal dengan Romo Mangun dikenal sebagai seorang rohaniwan, dosen,
arsitek, dan sastrawan yang besar karena karya-karyanya, akhirnya memutuskan
untuk menjauhi hingar bingar. Ia memilih untuk menyepi di tepian Kali Code, Yogyakarta,
untuk membantu mendidik anak-anak warga di Kali Code, Yogjakarta dan Kedung
Ombo, Sragen.
Beliau tidak memiliki kekuasaan politik,
tidak memiliki massa yang terorganisasi, juga tidak membeli gengsi. Beliau
hanya memiliki kata-kata yang secara umum mulia, walaupun beliau tetap tidak
luput dari kesalahan. Tutur katanya selalu didengar oleh banyak orang, meskipun
barangkali sedikit yang dijalankan.
Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan menyatakan bahwa Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama.
Dalam pembicaraan tentang kekuasaan, mantan Presiden AS ke-16 Abraham Lincoln pernah berkata bahwa "semua orang tahan dengan kesengsaraan, tetapi apabila ingin mengetahui karakter seseorang, berilah dia kekuasaan". Lincoln menempatkan kekuasaan sebagai ujian, apakah pemegang kekuasaan berkarakter pemimpin sejati atau imitasi.
Mungkin dalil kekuasaan yang selaras dengan dalil Abraham Lincoln, dan merupakan dalil kekuasaan paling terkenal, adalah aksioma Lord Acton, "Kekuasaan cenderung diselewengkan oleh pemegangnya dan kekuasaan mutlak sudah pasti menyeleweng". Nada yang mirip juga oleh Al Ghazali yang menyitir kekuasaan itu memabukkan, pemegangnya baru sadar ketika kekuasaan sudah tidak lagi ada dalam genggaman.
Kekuasaan
itu nikmat, sehingga dikejar oleh semua orang. Entah berpangkat tinggi, maupun
yang rajin berdoa. Karena nikmatnya itu, maka perlu dibatasi.
Mother
Teresa dari Calcutta pernah berkata, “Berhentilah makan sebelum kenyang.”
Begitu pula dengan kekuasaan. Jika orang terlalu lama menjabatnya, rakyat
pun akan mengalami kejenuhan. Seorang penguasa yang berhenti sebelum masa
jabatannya berakhir dan pada puncak jayanya, dirinya akan tetap dicintai dan
dikenang oleh rakyatnya.
Filsuf
Immanuel Kant mengibaratkan bahwa dalam diri seorang politisi ada dua binatang:
ular dan merpati (Thompson, 2001). Yang satu simbol kelicikan, yang satu lagi
ketulusan. Godaan akan muncul setiap hari apabila seseorang punya jabatan
politik atau kewenangan kekuasaan, apakah akan bertahan di posisi merpati atau
membiarkan ular mencaploknya.
Sekali lagi, kekuasaan itu nikmat. Oleh
sebab itu sebelum memegang kekuasaan, obatilah terlebih dahulu luka psikologis
dengan pencerahan budi dan pendewasaan diri. Kalau sudah begitu, maka kekuasaan
itu bukan lagi soal nikmat, melainkan sungguh suatu hikmat.
©johnberek99.blogspot.com